Jumat, 06 Maret 2015

Tokoh-Tokoh Dalam Novel Azab dan Sengsara

A. Tokoh-tokoh cerita yang mendukung terjadinya cerita novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar yaitu:
1.      Mariamin (Riam) sebagai tokoh utama karena intensitas keterlibatan tokoh Mariamin dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita sangat dominan.
2.      Aminu’ddin (Udin) sebagai tokoh utama karena intensitas keterlibatan tokoh Aminu’ddin dalam peristiwa-peristiwa yang membangun cerita juga dominan.
3.      Ibu Mariamin (Nuria) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ibu Mariamin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
4.      Ayah Aminuddin (Baginda Diatas) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Aminuddin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
5.      Ibu Aminuddin sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ibu Aminuddin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
6.      Ayah Mariamin (Sutan Baringin) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Mariamin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
7.      Kasibun (Suami Riam) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Kasibun tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
8.      Ayah Sutan Baringin sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Sutan Baringin  tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
9.      Ibu Sutan Baringin sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ibu Sutan Baringin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
10.  Baginda Mulia (Saudara Sutan Baringin) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Aminuddin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
11.  Marah Sait (Sahabat Sutan Baringin) sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Aminuddin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).
12.  Kepala Pengadilan Sipirok sebagai tokoh bawahan karena tokoh Ayah Aminuddin tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya mendukung tokoh utama (Mariamin).

B. Penggambaran watak tokoh-tokoh yang mendukung cerita novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar.
1.      Mariamin/Riam
Mariamin orang yang ramah, ia tidak pernah marah-marah pada orang lain, ia  periang, pengiba dan suka berfikir, juga anak yang penurut dan patuh pada orang tua, selain berparas cantik dan berkulit jernih dan bersih, dari matanya terlihat bahwa ia seorang yang pengasih, ia tabah dalam menjalani hidupnya yang berada dalam kemelaratan dengan apa adanya. Ia seorang yang berhati keras dan teguh dalam mempertahankan keyakinannya. Ia perhatian, pengertian dan rajin bekerja, bijaksana, penyayang, apik (bersih dan bagus pekerjaannya), terlihat dari perbuatannya sehari-hari dalam bekerja dirumahnya dan ia menghargai pertolongan orang lain.
1)      Cara Langsung atau Analitik
a.       Mariamin orang yang ramah. Mariamin tidak pernah marah-marah pada orang lain, ia selalu bersikap ramah. Dijelaskan dalam kutipan:
...jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya, jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah,...(Siregar, 1920: 5).

b.      Mariamin orang yang periang, biasanya ia selalu tersenyum. Dijelaskan dalam kutipan:
Hati siapa takkan iba melihat muka yang manis itu menjadi muram dan bibir yang merah dan tipis itu tiada menunjukkan senyum lagi, sebagaimana biasanya. (Siregar: 13)

c.       Mariamin seorang yang cerdik, pengiba dan suka berfikir, secara jelas diterangkan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Mariamin adalah seorang anak yang cerdik, pengiba dan suka berfikir... (Siregar, 1920: 87)

d.      Mariamin anak yang penurut dan patuh, seperti ketika ibunya memintanya untuk menikah dengan orang yang tidak ia cintai, ia patuh dan menuruti permintaan ibunya itu. Dijelaskan dalam kutipan:
Bagaimanakah ia dapat menolak perkawinan itu, karena ibunya berkehendak demikian. Menerangkan keberatannya serta perasaan kemauannya, tetapi membantah perkataan ibunya tak sampai hatinya, karena belum pernah diperbutanya. (Siregar, 1920: 162)

2)      Cara tak langsung atau Dramatik
         Dengan menggambarkan fisik tokoh
a.       Mariamin berparas cantik dan berkulit jernih dan bersih, dari matanya terlihat bahwa ia seorang yang pengasih. Dijelaskan dalam kutipan:
Anak itu seorang anak yang elok parasnya....
Lihatlah warna kulitnya yang jernih dan bersih itu, putih kuning sebagai kulit langsat! Matanya yang berkilat-kilat serta dengan terang itu menunjukkan kepada kita, bahwa anak itu mempunyai tabiat pengasih. (Siregar, 1920: 28)

         Dengan menggambarkan tempat atau lingkungan
a.       Mariamin seorang yang tabah, dia tabah dalam menjalani hidupnya yang berada dalam kemelaratan dengan apa adanya. Dijelaskan dalam kutipan:
Meja dan kursi sudah tentu tak ada dalam pondok kecil itu. Sebuah peti kayu tempat menyimpan pakaiannya, itulah ganti meja tatkala mereka hidup dalam kekayaan. Kursi atau bangku tak usah dikata lagi. Anak gadis yang miskin itu duduk bersila di atas lantai, dan peti itu dihadapannya, di atas itulah ia menulis. (Siregar, 1920: 129)

         Dengan menggambarkan jalan fikiran
a.       Mariamin berhati keras, ia teguh dalam memertahankan keyakinannya. Seperti ketika ia berkeputusan untuk menolak permintaan suaminya jika mengajaknya melakukan hubungan suami istri, karena suaminya mengidap penyakit kelamin. Dijlaskan dalam kutipan:
“Kalau diturut keinginan suamiku itu, tentu binasalah badanku. Sebab itu baiklah aku menjaga diriku, itulah yang terutama aku lakukan. Mula-mula aku akan berlaku halus kepadanya, kubujuk dan kusuruh dia rajin berobat. Kalau dia sudah sembuh, barulah ia menguasai tubuhku. Sebelum itu belum boleh,” demikianlah keputusan pikiran Mariamin perempuan yang berhati keras itu. (Siregar, 1920: 169)  

         Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Mariamin dengan tokoh lain yaitu ibunya (Nuria), dan dialog Mariamin dengan Aminu’ddin.
a.       Mariamin orang yang perhatian, terlihat dari dialognya dengan ibunya ketika ibunya sakit. Ia perhatian terhadap ibunya yang sakit tersebut. Terlihat dari kutipan:
“Sudahkah berkurang sesaknya dada ibuku itu?”
“...Mudah-mudahan dua tiga hari lagi dapatlah ibu turun barang sedikit-sedikit.”
(Siregar, 1920: 7)

b.      Mariamin orang yang pengertian, terlihat dari dialognya ketika ibuunya sakit, ia merawat ibunya, dan berniat melayani ibunya, jika ibunya membutuhkannya. Terlihat dari kutipan:
“ Kalau Mak mau apa-apa, panggilah Anakanda, nanti Anakanda lekas datang. Jangan Mak bangkit-bangkit dari tempat tidur, seperti yang dulu-dulu, supaya badan Mak jangan lelah...” (Siregar, 1920: 11)

c.       Mariamin orang yang rajin bekerja, terlihat dari dialognya dengan Aminu’ddin ketika mereka berada di sawah. Aminu’ddin mengajaknya pulang, namun Mariamin tetap bekerja. Terlihat dari kutipan:
“Saya tengah menyudahkan bengkalai yang tak habis semalam, biarlah kuhabisakan dahulu pekerjaan ini, supaya hatiku senang.” (Siregar, 1920: 32)

d.      Mariamin orang yang bijaksana bijaksana, ketika ibunya sakit ia yang menggantikan ibunya bekerja, terlihat dari kutipan:
“...Tetapi selagi anakanda bersama-sama dengan ibu, apalah salahnya, anakanda menolong ibu, supaya ibu dapat berhenti sehari dua hari.” (Siregar, 1920: 124)

         Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku tokoh atau reaksi tokoh terhadap peristiwa
a.       Mariamin anak yang penyayang, ketika ia kecil, sepulangnya dari sekolah, ia mencium pipi ibunya, tingkah lakunya itu menunjukkan bahwa ia menyayangi ibunya. Terlihat dari kutipan:
Ia melompat seraya mendekap leher ibunya, dan bibir halus dan tipis itu pun mencium pipi ibunya. (Siregar, 1920: 98)


b.      Mariamin orang yang ramah, terlihat dari tingkah lakunya ketika ia menyambut tamu, yaitu Ayah dan Ibu Aminu’ddin yang berkunjung kerumahnya. Dijelaskan dengan kutipan:
Setelah dilihatnya orang tua Aminu’ddin datang itu maka ia pun berlari keluar dan mempersilahkan mereka masuk. Dengan muka yang ramah ia mempersilahkan jamu itu duduk di atas...tikar, yaitu tikar yang dianyamnya sendiri itu, untuk tempat duduk ayah Aminu’ddin dua laki istri. (Siregar, 1920: 158)

c.       Mariamin orang yang apik (bersih dan bagus pekerjaannya), terlihat dari perbuatannya sehari-hari dalam bekerja dirumahnya. Dijelaskan dengan kutipan:
Semua pekerjaannya telah habis: makanan tengah hari telah tersedia, rumah dan pekarangan pun telah bersih disapunya. (Siregar, 1920: 169)

d.      Marimiamin sangat menghargai pertolongan orang lain, seperti ketika ia ditolong Aminu’ddin waktu ia terhanyut di sungai dan hampir tenggelam, peristiwa itu sangat berpengaruh pada persahabatan mereka, reaksi Mariamin terhadap peristiwa yaitu selalu erasa berhutang budi. Terlihat dari kutipan:
Sejak kecelakaan itu sudah tentu persahabatan mereka itu lebih rapat lagi. Mariamin pun selalu merasa, bahwa ia berhutang nyawa kepada angkangnya, yang telah mengurbankan dirinya sendiri untuk keselamatannya itu. (Siregar, 1920: 54)


2.      Tokoh Aminu’ddin (Udin)
Aminu’ddin seorang yang rajin dan baik di sekolahnya waktu muda, ia disayangi oleh orang lain, pandai, rendah hati, berkelakuan baik dan bahasanya halus, bijaksana, dan dia anak yang penurut kepada orang tua, suka menolong, setia, berbesar hati mengakui kesalahan, bijaksana, dan ia orang yang tawakal, seperti ketika ia hendak berpisah dengan Mariamin karena ia akan bekerja.
1)      Cara Langsung atau Analitik
a.       Aminu’ddin anak yang rajin dan baik di sekolahnya, ia disayangi oleh orang lain, hal ini deijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
...... ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah, sehingga gurunya amat menyayangi dia. (Siregar, 1920: 20)
Lepas dari sekolah, ia pun membantu bapakya bekerja di sawah atau di kebun. (Siregar, 1920: 22)

b.      Aminu’ddin anak yang pandai, dijelaskan langsung oleh pngarang dalam kutipan:
..... Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai di kelasnya. (Siregar, 1920: 21)

c.       Aminu’ddin orang yang rendah hati, dijelaskan langsung oleh pengarang dlam kutipan:
Hatinya rendah dan menilik segala cakap dan lakunya, Nampak benar-benar bahwa ia tidak mempunyai hati yang meninggi. (Siregar, 1920: 21)

d.      Aminu’ddin anak yang bijaksana, berkelakuan baik dan bahasanya halus. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Aminu’ddin anak yang bijaksana, adat dan kelakuannya baik dan halus budi bahasanya. (Siregar, 1920: 31)
e.       Aminu’ddin anak yang penurut kepada orang tua, terlihat ketika ia diminta ayahnya menikahi gadis pilihan ayahnya, padahal ia lebih mencintai Mariamin, namun ia juga orang yang setia. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sebenar-benarnya Aminu’ddin setia juga kepada adindanya itu, akan tetapi terpaksalah ia menurut kehendak orang tuanya. Amatlah berat lidahnya, tatkala akan mengiakan perkataan bapaknya itu. (Siregar, 1920: 152)


f.       Aminu’ddin orang yang suka menolong, ketika ia meuruti permintaan ayahnya untuk menikah, ia tak melupakan Mariamin, ia meminta ayahnya untuk membawa kerbau untuk Mariamin dan ibunya, dengan maksud menolong mereka. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Hal itu diminta keras oleh Aminu’ddin kepada ayahnya, bukan supaya menurut adat saja, tetapi maksud menolong adindanya yang miskin itu, lebih berat padanya daripada adat. (Siregar, 1920: 155)

2)      Cara tak langsung atau dramatik
         Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa
a.       Aminu’ddin orang yang suka menolong, ketika ia pergi ke sawah bersama Mariamin, ia membantu Mariamin bekerja di sawah. Dijelaskan dalam kutipan:
Ia pun menyigsingkan lengan bajunya, lalu masuk ke sawah tempat adiknya bekerja itu,.. (Siregar, 1920: 33)
         Dengan menggambarkan jalan fikiran tokoh
a.       Aminu’ddin orang  yang setia, ketika Mariamin hempir tenggelam di sungai yang banjir, dengan berani ia menolong Mariamin meskipun dengan taruhan nyawanya. Dijelaskan dalam kutipan:
“ Biar aku mati, tak mau aku keluar dari sungai ini, sebelum aku mendapat Mariamin, adik kesayanganku itu. Kalau mati, sama-sama berkuburlah kami disini, “ kata anak laki-laki yang gagah berani itu dalam hatinya. (Siregar, 1920: 53)
b.      Aminu’ddin berbesar hati mengakui kesalahan, seperti ketika ia meikahi orang lain karena permintaan ayahya, ia meminta maaf kepada Mariamin dengan cara mengirim surat. Dijelaskan dengan kutipan:
“Pada waktu inilah harus aku berkirim surat kepada Mariamin, memberitahukan hal ini dan minta ampun kepadanya. Haramlah bagiku akan mengaku orang lain sebagai istriku, sebelum perkataan meminta maaf keluar dari mulutku, akan jawabannya tak mungkin dapat ditunggu. Bila aku menulis surat kepada Mariamin, sudahlah cukup sebagai meminta ampun. Surat yang akan dibaca Mariamin itu, itulah ganti mukaku berhadapan dengan anak dara itu.” (Siregar, 1920: 153)



         Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Aminu’ddin dengan tokoh lain yaitu Mariamin
a.       Aminu’ddin orang yang bijaksana, ia akan pergi bekerja agar dapat menikahi Mariamin, terlihat dari dialognya dengan Mariamin ketika ia berpamitan. Dijelaskan dengan kutipan:
“...yakni saya harus pergi ke tanah lain akan mencari pekerjaan. Janganlah terkejut, jangan berduka cita engkau Riam, ingatlah saya pergi bukan meninggalkan kau, tetapi mendapatkan kau.” (Siregar, 1920: 5)
b.      Aminu’ddin orang yang tawakal, ketika ia hendak berpisah dengan Mariamin karena ia akan bekerja. Ia mengajak Mariamin berserah diri kepada Tuhan segala tentang hubungan mereka. Dijelaskan dalam kutipan:
“...Selamat tinggal Anggi! Jangan kau bersusah hati, mudah-mudahan baik juga kelak kesudahannya. Marilah kita menyerahkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa.” (Siregar, 1920: 7)
-          Dialog tokoh lain yaitu Ibu Aminu’ddin dengan tokoh lain yaitu ayahnya.
a.       Aminu’ddin orang yang suka menolong, seperti dijelaskan dalam dialog ibu dan ayahnya yang membicarakan tentang ia menolong mencangkul di sawah Mariamin. Dijelaskan dalam kutipan:
“ Ia menolong mencangkul sawah mak Mariamin. Hari ini ia libur sekolah karena hari besar karena itu ia pergi tadi pagi ke Sipirok...” (Siregar, 1920: 23)

3.      Tokoh Nuria (Ibu Mariamin)
Nuria orang yang baik, setia, penyabar, pengiba, peramah, dan menghormati orang, hemat, ia tak suka menghamburkan uang jika tidak untuk sesuatu yang diperlukannya. Ia orang yang bertawakal kepada Tuhannya, saat ia hidup dalam kemelaratan, semakin teguh imannya. Ia suka kesederhanaan dan berwajah cantik, dari romannya terlihat bahwa ia orang yang perendah, penyayang, dan perhatian. Selain pandai memanfaatkan waktu, ia seorang istri shaleh, ia tak lupa sembahyang, bijaksana, bertoleransi, mudah terharu, rajin bekerja dan suka kebersihan, namun ia berkecil hati ketika hidup dalam kemelaratan, namun ia suka menolong dan cinta persaudaraan
1)      Cara Langsung atau Analitik
a.       Nuria orang yang baik, setia dan penyabar. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Adapun anak dara yang dijodohkan ibunya itu, adalah seorang perempuan yang mempunyai kelakuan yang baik. Seberang tingkah lakunya sedikit pun tiada dapat dicela. Tertib dan sikapnya pun adalah menunjukkan kebangsawanannya, artinya setia dan penyabar. (Siregar, 1920: 72)
b.      Nuria adalah orang yang pengiba, peramah, dan menghormati orang. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Perempuan  itu pengiba, peramah serta tahu menghormati orang... (Siregar, 1920: 73)

c.        Nuria orang yang penyabar, ketika ia menikah dengan Sutan Baringin, tanpa rasa cinta diantara keduanya. Ia sabar mengambil hati Suaminya dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban seorang istri. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kuipan:
Tahulah ia rupanya kewajiban-kewajiban perempuan pada suaminya. Oleh sebab itu, tiadalah dia jemu dan bosan mengambil hati suaminya itu dengan sepenuh-penuh hati. (Siregar, 1920: 73)

Akan tetapi si ibu itu seorang perempua yang sabar dan keras hatinya. Beban itu dipikulnya dengan pikiran yang tenang. (Siregar, 1920: 122)

d.      Nuria orang yang hemat, ia tak suka menghamburkan uang jika tidak untuk sesuatu yang diperlukannya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kuipan:
Meskipun ia dapat membeli tikar di pasar dengan uang dua rupiah, tiadalah suka ia mengeluarkan uangnya, kalau tidak perlu. (Siregar, 1920: 86)
e.       Nuria orang yang suka bertawakal kepada Tuhannya, saat ia hidup dalam kemelaratan, ia semakin teguh imannya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kuipan:
... meskipun hidupnya di dunia ini makin sengsara, hatinya pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh. Sekalian penanggungannya yang berat itu diserahkannya kepada Tuhan Yang Pengasih, karena tahulah ia, bahwa di dunia ini suatu pun tak ada yang kekal!. (Siregar, 1920: 122)

2)      Cara tak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan fisik tokoh
a.       Nuria orang yang suka kesederhanaan dan berwajah cantik, dari romannya terlihat bahwa ia orang yang perendah. Dijelaskan dalam kuipan:
..... ia orang perendah dan gemar kepada kesederhanaan. Akan tetapi meskipun ia memakai dengan sederhana, adalah rupa dan romannya bertambah cantik... (Siregar, 1920: 72)
  Dengan menggambarkan tingkah laku dan reaksi tokoh terhadap peristiwa
a.       Nuria orang yang penyayang, terlihat dari tingkah lakunya ketika ia memandang dan memeluk serta mencium Mariamin, anak kesayangannya itu. Terlihat dari kutipan:
.... Ia memandang muka Mariamin dengan mata yang menunjukkan, betapa besar cintanya dan kasih sayangnya kepada anaknya itu. (Siregar, 1920: 7)
...tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang. (Siregar, 1920: 7)
b.      Nuria orang yang perhatian, ketika Mariamin menangis karena perpisahannya dengan Aminu’ddin, Nuria menyapu pipi anaknya itu dengan perhatiannya. Dijelaskan dalam kutipan:
...tanya si ibunya lagi sambil menyapu-nyapu pipi anaknya yang basah oleh karena air matanya itu. (Siregar, 1920: 15)
c.       Nuria orang yang setia, saat Sutan Baringin pergi. Nuria selalu menunggu suaminya itu untuk makan bersama. Dijelaskan dalam kutipan:
Kalau ia pergi belum makan, terpaksalah istrinya menunggu-nunggu dia. Ia terpaksa, bukan dipaksa orang, akan tetapi hatinya lah yang memaksa ia berbuat begitu. (Siregar, 1920: 79)
d.      Nuria orang yang pandai memanfaatkan waktu, saat ia dirumah menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Ia mengerjakan pekerjaan rumah. Dijelaskan dalam kutipan:
Akan mengurangkan perasaan bosan, ia selalu mengerjakan pekerjaan yang ringan: menganyam, tikar atau menjahit pakaian anaknya yang koyak...(Siregar, 1920: 79)
e.       Nuria orang yang shaleh, ia tak lupa sembahyang. Bahkan ketika hatinya sedang gundah, ia sembahyang untuk menenangkan hatinya. Dijelaskan dalam kutipan:
Sejak itu, tiadalah ia dapat tidur lagi. Hatinya gunah gulana, karena tiada mengerti akan takwil mimpinya itu. Setelah fajar menyingsing, ia pun berdirilah, lain mengambil air sembahyang. Perempuan yang saleh itu pun menyerahkan dirinya kepada Tuhan. (Siregar, 1920: 84)
Ibu Mariamin mengambil air sembahyang. Dengan sepenuh-penuh hati ia menyembah Allah yang akbar itu dan bermohon supaya ia mengampuni dosa dan kesalahannya. (Siregar, 1920: 97)
f.       Nuria orang yang rajin beribadah, ia ingin anaknya juga menjadi anak yang rajin beribadah, ia selalu menanamkan pelajaran tentang agama kepada anaknya. Dijelaskan dalam kutipan:
Sebab memikirkan itulah si ibu bertambah-tambah asyiknya berbuat ibadat, dan ke dalam hati anaknya ia selalu menanam biji pengajaran agama, karena ia tahu, agama itulah yang menjadi tembok batu tempat kita berdiri diwaktu banjir dan air pasang... (Siregar, 1920: 123)
g.      Nuria orang yang bijaksana, setelah suaminya meninggal, ia bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang kini hidup dalam kemelaratan. Dan ia tak pernah malu bekerja mencari upahan pada orang lain. Dijelaskan dalam kutipan:
Karena suaminya tiada lagi, harta benda pun tiada yang tinggal, terpaksalah si ibu membating tulang akan mencari nafkah, sesuap untuk pagi dan sesuap petang, untuknya anka-beranak. Tiadalah malu ia mencari upahan, pada waktu mengerjakan sawah, misalnya menyiangi, mengirik padi dan lain-lainnya,.. (Siregar, 1920: 123)
h.      Nuria orang yang bertoleransi, ketika ibu Sutan Baringin meninggal, ia sangat bersedih. Terlihat dalam kutipan:
Setelah ibu Sutan Baringin meninggal, amatlah masygul hati istrinya itu,... (Siregar, 1920: 79)
i.        Nuria orang yang mudah terharu, terlihat dari reaksinya terhadap peristiwa. Ia menangis ketika Sutan Baringin akan meninggal. Terlihat dalam kutipan:
Perempuan itu tiada menjawab, hanya air matanya yang menitik ke atas bantal orang sakit. (Siregar, 1920: 114)
  Dengan menggambarkan lingkungan tokoh
a.       Nuria orang yang rajin bekerja dan suka kebersihan, terlihat dari lingkungannya selalu tampak bersih dan rapi. Dijelaskan dalam kutipan:
Rumah dan pekarangan yang selalu bersih tampaknya dan letaknya sekalian perkakas rumah rapi dan beraturan. (Siregar, 1920: 80)
  Dengan menggambarkan jalan fikiran tokoh
a.       Nuria berkecil hati ketika ia hidup dalam kemelaratan, ia merasa tak ada yang menghormati mereka lagi, ia selalu resah memikirkan nasib anak-anaknya kelak. Terlihat dalam kutipan:
...kata perempuan itu dalam hatinya. “Akan tetapi sekarang, aduh...siapa yang kuharapkan lagi? Seorangpun tak ada yang melihat saya, demikian rupanya manusia itu di dunia ini. Kalau dalam kekayaan, banyaklah kaum dan sahabat, bila kita jatuh miskin, seorangpun tak ada lagi yang rapat, sedang kaum karib itu menjauhkan dirinya..(Siregar, 1920: 7)
...pikirnya. “Jika saya mati, apalah jadinya biji mataku kedua ini? Benar ada lagi saudara mendiang bapaknya, tetapi tahulah saya, bagaimana kebiasaan manusia di dunia ini. Sedang pada masa hidupku tiadalah mereka yang mengindahkanku, apalagi kalau saya tak ada.” (Siregar, 1920: 11)
“Benarlah rupanya aku ini orang yang malang, kalau suamiku ini meninggal, apatah jadinya nasi kami anak-beranak?” pikir perempuan itu dalam hatinya. (Siregar, 1920: 114)
b.      Nuria istri yang setia, tergambar dalam fikirannya ketika memikirkan istri yang tak setia  dan menceraikan hubungan dengan suaminya. Secara tidak langsungmenunjukkan bahwa Nuria adalah istri yang setia. Ia juga setia menunggu suaminya untuk makan bersama.Dijelaskan dalam kutipan:
...karena orang itu berkat adalam hatinya: “Perempuan itu tiada baik, ia tak setia kepada suaminya. Sudah tentu orang tiada mau mengambil dia akan istri. Sepanjang adat pun amatlah beratnya hukuman orang yang menceraikan kawan sehidupnya itu.” (Siregar, 1920: 76)
...“Seharusnyalah kami bersama-sama makan, karena kuranglah baiknya, kalau istri itu lebih dahulu makan daripada suaminya. “ Demikianlah pikiran ibu yang setia itu. (Siregar, 1920: 79)
c.       Nuria orang yang suka menolong, ia lebih suka menolong orang miskin daripada menghamburkan uangnya, terlihat dari jalan fikirannya dalam kutipan:
Daripada uang dikeluarkan dengan percuma, lebih baik diberikan kepada orang yang papa. Demikianlah pikiran mak Mariamin. (Siregar, 1920: 86)
  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Nuria dengan tokoh lain yaitu Mariamin
a.       Nuria seorang ibu yang perhatian, ia selalu menjaga anaknya agar tidak sakit, ia juga perhatian ketika melihat anaknya bersedih, juga ketika suaminya sedang sakit, ia begitu memperhatikan keluarganya. Terlihat dari dialognya dengan anaknya. Dijelaskan dalam kutipan:
“Riam, dimanakah adikmu? Suruhlah dia kemari, janganlah dibiarkan ia tinggal diluar, hari sudah malam, nanti ia kemasukan angin.” (Siregar, 1920: 7)
“Apakah yang anakku tangiskan, sedang jauh malam begini? Pikirku Riam sudah tidur. ” (Siregar, 1920: 15)
“Diri kehausan, baiklah diri meminum obat ini karena dia itu pun dingin juga. Kalau Kakanda meminum air banyak-banyak, tentu tidak baik, karena badan Kakanda masih hangat,” sahut perempuan itu dengan suara yang lemah lembut. (Siregar, 1920: 113)

b.      Nuria orang yang bijaksana, ia memberi semangat pada Mariamin ketika Mariamin bersedih. Terlihat dari dialogya dengan Mariamin. Dijelaskan dalam kutipan:
“Kalau anakku takkan menyusahkan Bunda yang sakit-sakit ini, diamlah kau, dan senangkanla pikiranmu. Engkau harus sabar dan berserah diri kepada Tuhan, “ kata si ibu sesudah ia mendengar cerita anaknya. (Siregar, 1920: 16)
c.       Nuria orang yang cinta persaudaraan, terlihat dari dialognya dengan suaminya. Ketika suaminya berniat tidak baik dengan saudaranya Baginda Mulia, ia menasihati suaminya agar tetap menjaga tali persaudaraan. Dijelaskan dalam kutipan:
“Adakah patut kita berbuat seperti itu kepada adik kita? Kita hanya sebatang kara, dia pun demikian. Betapakah bagusnya kalau kita hidup dengan dia berkasih-kasihan sebagai orang yang bersaudara kandung, apalagi ia belum jauh...” (Siregar, 1920: 95)

4.      Sutan Baringin/Tohir (Ayah Mariamin)
Sutan Baringin orang yang suka berperkara, sehingga hartanya yang banyak itu habis karena kesukaannya tersebut, ia keras kepala, dan ia anak yang manja dan nakal waktu kecilnya, tidak menghormati orang lain dan ia tidak menjadi orang yang berkelakuan baik, karena kecilnya sagat dimanja oleh ibunya. Ia pemarah, bengis, angkuh dan tidak hormat kepada orang lain, pemalas dan pemboros, selain itu ia tamak, dengki dan khizit, tabiat itu sudah menyatu dalam darahnya, mudah terpengaruh, loba dan khianat, dan ia orang yang tak acuh terhadap keluarga, licik, kasar, berfikiran negative, pemarah. Namun ternyata ia cepat putus asa dan ketika ia akan meninggal ia mau mengakui kesalahan.
1)      Cara Langsung atau Analitik
a.       Sutan Baringin orang yang suka berperkara, sehingga hartanya yang banyak itu habis karena kesukaannya tersebut. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sutan Baringin seorang yang terbilang hartawan lagi bangsawan seantero penduduk Sipirok. Akan tetapi karena ia sangat suka berperkara, maka harta yang banyak itu habis,... (Siregar, 1920: 24)
b.      Sutan Baringin orang yang keras kepala, ia tak pernah mendengarkan pendapat istrinya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Beberapa kali Sutan Baringin dilarang istrinya, supaya berhenti daripada  berperkara, tetapi tiada juga ia mengindahkannya. (Siregar, 1920: 15)
c.       Sutan Baringin anak yang manja dan nakal waktu kecilnya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sebagai acap kali kejadian akan tabiat anak tunggal itu, adalah amat manja dan nakal pada waktu ia masih anak-anak,..(Siregar, 1920: 55)
d.      Sutan Baringin orang yang tidak menghormati orang lain, dan ia tidak menjadi orang yang berkelakuan baik, karena kecilnya sagat dimanja oleh ibunya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Setelah ia besar, benarlah perkataan bapaknya. Ia tiada menjadi orang yang berkelakuan baik dan patut. Hormatnya kepada orang tuanya pun kuranglah daripada yang biasa. (Siregar, 1920: 59)

e.       Sutan Baringin orang yang pemarah, bengis dan angkuh dan tidak hormat kepada orang lain. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
...suaminya suka marah-marah dan perkataannya pun tiada berapa menyenangkan menyenangkan hati orang yang mendengarkan...
...Sutan Baringin adalah sebaliknya: bengis, angkuh, dan hatinya amat tinggi, tiada tahu ia akan hormat kepada orang lain. (Siregar, 1920: 73)

f.       Sutan Baringin orang yang pemalas dan pemboros. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sudah besar, tiadalah berubah kelakuannya itu, ia tinggi hati, pemarah, pemalas serta pemboros. Sekalian kekayaannya itu hanya peninggalan bapaknya, jadi bukan yang dicarinya dengan keringatnya. (Siregar, 1920: 78)
g.      Sutan Baringin orang yang tamak dan dengki dan khizit, tabiat itu sudah menyatu dalam darahnya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Hati cemburu, loba, tamak, dengki, dan khizit, sekaliannya itu sudah berurat berakar dalam darahnya, itulah yang akan merusakkan diri Sutan Baringin. (Siregar, 1920: 90)
h.      Sutan Baringin orang yang mudah terpengaruh, saat ia dipanas-panasi omongan pokrol bambu, ia begitu cepat terbujuk untuk berperkara, dan ia tak mengindahkan perkataan siapapu. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Demikian bodohnya itu, perkataan yang tiada beralasan, yang tersembur begitu saja dari mulut seorang pokrol bambu, dipercayainya semua. (Siregar, 1920: 99)
Sutan Baringin tinggal bersitegang urat leher saja, perkataan siapa pun tiada diindahkannya, lain daripada asutan-asutan pokrol bambu yang cerdik itu. (Siregar, 1920: 102)
i.        Sutan Baringin orang yang loba, tamak, dengki dan khianat, tabiat tersebut telah memmmeeenuhi pikirannya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sutan Baringin orang yang telah rusak binas abudinya dari kecilnya, tiada mempunyai hati yang baik, sedikit pun tidak. Loba dan tamak, dengki dan khianat, itu sajalah yang memenuhi fikirannya. (Siregar, 1920: 102)  


2)      Cara Tak Langsung atau Dramatik
  Dengan menggambarkan tingkah laku dan jalan fikiran tokoh
a.       Sutan Baringin orang yang tak acuh terhadap keluarga, Terlihat dari tingkah lakunya yang kerap kali meninggalkan rumah malam hari. Dijelaskan dalam kutipan:
Pada permulaan Sutan Baringin bertambah kerap kali meninggalkan rumah malam hari, karena ia pergi ke kedai nasi atau ke rumah kopi. Maka di sana ia bercakap-cakap dengan orang banyak, sudah tentu orang itu masuk golongan orang yang kurang baik. (Siregar, 1920: 79)
b.      Sutan Baringin orang yang licik. Terlihat dari jalan fikirannya yang licik ketika adiknya Baginda Diatas akan pulang ke Sipirok, ia punya maksud yang tidak baik, karena takut hartanya akan direbut. Dijelaskan dalam kutipan:
“...jadi pada waktu memangkur sawah ini, sudah tentu ia meminta sawah bagiannya. Kerbau yang di Padang Lawas itu sudah tentu akan diselesaikan pula. Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan. Tapi siapa tahu aku harus mencari akal.” Demikianlah Sutan Baringin berfikir-fikir. (Siregar, 1920: 90)

         Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Sutan Baringin dengan tokoh lain yaitu istrinya Nuria, dan dialog tokoh Sutan Baringin dengan tokoh lain yaitu Baginda Diatas.
a.       Sutan Baringin orang yang kasar, terlihat dari perkataannya ketika berdialog dengan istrinya saat membicarakan Baginda Diatas, sedang saat ia berdialog dengan Baginda diatas juga ia berbicara dengan nada yang kasar. Dijelaskan dengan kutipan:
“Diam kau,perempuan tiada patut mencampuri urusan laki-laki, dapur sajalah bagianmu!” (Siregar, 1920: 26)
“Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar. (Siregar, 1920: 104)

b.      Sutan Baringin orang yang berfikiran negative, ketika ia dinasihati istrinya mengenai kebaikan saudaranhya Baginda Mulia, Sutan Baringin tetap pada pendiriannya, ia berprasangka buruk bahwa Baginda Mulia hanya ingin merebut kekayaannya saja. Dijelaskan dengan kutipan:
“Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tidakkah kau tahu orang yang biasa di negeri ramai itu amat pintarnya, tetapi pintar dalam kejahatan...” (Siregar, 1920: 94)
“Aku sudah mengerti tajamnya akalmu. Oran sedunia ini kaukumpulkan, kemudian engkau sendiri datang kemari, akan tetapi aku takkan percaya akan orang yang bermulut manis.” (Siregar, 1920: 103)
c.       Sutan Baringin orang yang pemarah, ia selalu marah-marah kepada istrinya jika diberi nasehat oleh istrinya, dan ia juga keras kepala. Hal tersebut nampak pada kutipan:
Dengan amarah ia berkata, “Betullah perempuan tiada berotak, gampang ditipu engkau ini. Lebih baik kau diam, aku lebih tahu apa yang akan kuperbuat.” (Siregar, 1920: 96)
d.      Sutan Baringin orang yang cepat putus asa, ketika ia hidup melarat karena kalah berperkara dengan saudaranya, ia sakit karena terlampau malu. Dan ia seperti putus asa, tak ingin hidup lagi, terlihat dari dialognya dengan istrinya. Dijelaskan dalam kutipan:
“Tak usah Adinda lagi membagi Kakanda obat, Kakanda sudah jemu di dunia ini. Lagi pula penyakitku tak akan baik lagi. Baiklah Adinda menyenangkan hatiku,” kata orang sakit itu perlahan-lahan. (Siregar, 1920: 114)
e.       Sutan Baringin orang yang mau mengakui kesalahan, ketika ia jatuh melarat dan sakit, ia tersadar akan kesalahannya yang menyebabkan keluarganya melarat. Waktu ia akan meninggal, ia meminta ampun atas kesalahannya pada istrinya Nuria. Dijelaskan dalam kutipan:
“Adinda jangan berkata demikian. Sekarang Kakanda mengucap syukur kepadamu. Tiadalah seharusnya bagiku menerima kasih dan sayang daripadamu, karena selama ini tiadalah Kakanda mencintai Adinda sebagaimana yang patut. Sungguh hatimu amat mulia, tiadalah berpadanan dengan kalakuaku yang hina ini. Oleh sebab itu haraplah Kakanda, Adinda mengampuni kesalahanku itu.” (Siregar, 1920: 117)

5.      Baginda Diatas (Ayah Aminu’ddin)
Baginda Diatas orang yang berbudi baik dan bijaksana, sehingga ia disegani, namun ia orang yang pemilih-milih, apalagi kalau memilihkan menantu untuknya.
1)      Cara langsung atau analitik
a.       Baginda Diatas orang yang berbudi baik, dia berpangkat dan disegani orang karena budi baiknya itu. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
....pangkat kepala kampung itu, ditambahi budi yang baik, itulah sebabnya orang itu terkenal di Luhak Sipirok dan anak buahnya, yakni penduduk Dusun A itu pun menyegani dia. (Siregar, 1920: 18)
2)      Cara tak langsung atau dramatic
  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Baginda Diatas dengan tokoh lain, yaitu Istrinya.
a.       Baginda Diatas orang yang bijaksana, ketika ia tidak menyetujui permintaan Aminu’ddin untuk menikahi Mariamin, ia tak langsung menyampaikan pendapatnya itu pada istrinya, karena ia takut menyakiti hati istrinya, ia mencari cara untuk memilih kuputusan yang tepat. Dijelaskan dalam kutipan:
“Kalau engkau mengerasi juga, baiklah. Akan tetapi baiklah kita berhati-hati, karena mengambil jodoh anak itu tiada boleh dipermudah-mudahkan,..
Kalau pertemuan mereka itu tiada baik menurut faal, baiklah kita carikan yang lain.” (Siregar, 1920: 136)
a.       Baginda Diatas orang yang pemilih-milih, ketika ia mencarikan calon istri untuk anaknya Aminu’ddin, ia hanya memilih yang cantik, dan berbangsa (keluarganya)
“Cuma seorang sajalah yang kusetujui, rupanya pantas, bangsanya cukup, akan tetapi kelakuannya belum kuketahui.” (Siregar, 1920: 138)

6.      Karakter Ibu Aminu’ddin
Ibu Aminu’ddin orang yang berbudi baik, dan bijaksana.
1)      Cara langsung atau analitik
a.       Ibu Aminu’ddin orang yang berbudi baik, ia selalu menutut pada suaminya. Dijelaskan langsung oleh pengarang dlam kutipan:
...karena perempuan itu amat baik budinya, dan barang tingkah lakunya pun adalah setuju dengan si suami. Romannya yang sederhana dan lemah lembut itu, cukuplah sudah kekuatannya akan mengikat hati suaminya,...(Siregar, 1920: 19)
2)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Ibu Aminu’ddin dengan tokoh lain yaitu suaminya
a.       Ibu Aminu’ddin orang yang bijaksana, saat suaminya menyuruh Aminu’ddin bekerja, padahal masih anak-anak, ia menegur suaminya agar tidak terlalu keras pada anak mereka. Dijelaskan dalam kutipan:
“Janganlah Kakanda terlalu keras pada anak kita, itu! Umurnya belum berapa, dan tulangnya belum kuat...bukan Adinda melarang dia bekerja, akan tetapi jangan terlalu keras, selagi ia kecil, jangan ia dipaksa, dia dibawa ke sawah hanya sekedar membiasakan saja, supaya tahu ia berusaha di belakang hari.” (Siregar, 1920: 22)

7.      Ayah Sutan Baringin
Ayah Sutan Baringin orang yang penyabar, orang yang keras, jika ia mendidik anak tak segan-segan dengan pukulan jika anak tersebut salah, namun ia orang yang bijaksana.
1)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Jalan Fikiran
a.       Ayah Sutan Baringin orang yang penyabar, saat dia bertengkar dengan istrinya, ia hampir memarahi istrinya trsebut, namun ia menahan dirinya. Dijelaskan dalam kutipan:
“Diam! Lebih baik engkau menutup mulutmu, perempuan ce...,astaga, hampir aku berdosa, lebih baik aku pergi,” kata suaminya dalam hatinya. (Siregar, 1920: 59)

  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh ayah Sutan Baringin dengan tokoh lain yaitu istrinya
a.       Ayah Sutan Baringin orang yang keras, ia mendidik anak tak segan-segan dengan pukulan jika anak tersebut salah. Dijelaskan dalam kutipan:
“ Maksudku begini: Kalau si Tohir salah harus dimarahi, kalau perlu, jangan segan memakai pukul.” (Siregar, 1920: 57)

b.      Ayah Sutan Baringin orang yang bijaksana, meski ia berlaku keras dalam mendidik anaknya, itu semaa-mata agar anaknya mempunyai rasa tanggung jawab. Dijelaskan dalam kutipan:
“Ia masih kecil, saya tahu juga,” sahut si bapak. “Akan tetapi kalau tiada ia beroleh teguran akan kesalahannya yang sekarang, nanti lama-lama, bila ia sudah besar, tak tahu lagi ia perbuatannya yang salah, karena pada waktu kecilnya ia berbuat demikian, dan tiada dimarahi orang tuanya....” (Siregar, 1920: 57)

8.      Ibu Sutan Baringin
Ibu Sutan Baringin orang yang penyayang dan bijaksana.
1)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Ibu Sutan Baringin dengan tokoh lain yaitu suaminya
a.       Ibu Sutan Baringin orang yang penyayang, ia sangan menyayangi Sutan Baringin ketika masih anak-anak, tapi ia memanjakan anaknya itu. Dijelaskan dari kutipan:
“Perkataan apakah itu? Anak hanya satu, kau samakan lagi dengan anak yang telah besar. Bukankah ia masih kecil? Kalau sudah besar tentu ia tahu, mana yang salah, dan ia pun sudah tentu takkan mau lagi berbuat yang salah itu.” (Siregar, 1920: 57)
  Dengan menggambarkan Tindakan
a.       Ibu Sutan Baringin orang yang bijaksana, ketika Sutan Baringin beranjak dewasa, ia mencarikan jodoh untuk anaknya itu, agar sifat Sutan Baringin berubah menjadi baik. Dijelaskan dalam kutipan:
Itulah sebabnya, maka ibunya lekas mengambil anak dara untuk jadi istri anaknya itu. Lagi pula kalau anaknya itu sudah kawin, tentu hatinya lekas tua dan perangainya berubah menjadi baik. (Siregar, 1920: 57)

9.      Baginda Mulia/Tongam (Saudara Sutan Baringin)
Baginda Mulia orang yang baik hati, tenang dan penyabar, cinta persaudaraan dan senang berdamai. Ia pekerja keras, saat ayaahnya meninggal dunia, ketika ia sudah besar, ia merantau ke Deli untuk mencari pekerjaan, namun ia cinta tanah air/tempat kelahirannya jadi ia tak melupakan tanah klahirannya.
1)      Cara Langsung atau Analitik
a.       Baginda Mulia orang yang pekerja keras, saat ayaahnya meninggal dunia, ketika ia sudah besar, ia merantau ke Deli untuk mencari pekerjaan, ia bekerja keras hingga akhirnya menjadi guru di sebuah sekolah desa.. Dijelaskan dalam kutipan:
Setelah ia berusia lima belas tahun, pergilah ia merantau ke Deli. Ia lebih beruntung daripada bapaknya. Berkat usahanya, dapatlah ia bekerja menjadi guru pada sebuh sekolah desa. (Siregar, 1920: 92)
b.      Baginda Mulia orang yang cinta tanah air/tempat kelahiran, ketika ia sudah lama merantau meninggalkan Sipirok tempat kelahirannya, ia ingin kembali dan meneruskan kehidupannya di Sipirok. Dijelaskan dalam kutipan:
...begitu jugalah halnya dengan Baginda Mulia. Jemulah rasanya ia di rantau orang, rindu ke negeri sendiri makin keras, sehingga ia minta dipindahkan ke negerinya. Syukurlah, maksudnya itu dikabulkan. (Siregar, 1920: 92)
c.       Baginda Mulia orang yang tenang dan penyabar. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Karena Baginda Mulia seorang yang tenang dan penyabar, tak sukalah ia menurut nafsu marah dan asutan orang luaran. (Siregar, 1920: 102) 
2)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan tindakan tokoh
a.       Baginda Mulia orang yang cinta persaudaraan, ia berkirim surat pada Sutan Baringin untuk memberitahukan kepulangannya ke Sipirok, karena begitu besar rasa persaudaraan di hati Baginda Mulia. Dijelaskan dalam kutipan:
Setelah ia menerima surat pindahan itu, ia pun berkirim surat kepada Sutan Baringin akan menceritakan kegirangan hatinya itu. Hati persaudaraan adalah lebih rapat padanya daripada Sutan Baringin... (Siregar, 1920: 92)
Waktu kesusahan dan kedukaan mereka itu selalu berkirim-kirim surat. Baginda Mulia berbuat demikian karena cinta akan saudara,.. (Siregar, 1920: 93)

  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog antara tokoh Baginda Mulia dengan orang lain yaitu Sutan Baringin
a.       Baginda Mulia orang yang senang berdamai, ketika Sutan Baringin ingin berperkara dengannya tentang masalah harta warisan nenek mereka. Baginda Mulia lebih memilih untuk mengajak Sutan Baringin berdamai. Dijelaskan dalam dialognya dengan Sutan Baringin. Dibuktikan dengan kutipan:
“...Apalah gunanya kita berselisih karena harta peninggalan nenek kita. Bukankah kebaikan antara orang bersaudara itu lebih berharga daripada emas dan perak? Itu pun haraplah Adinda ini akan kemurahan Kakanda, eloklah kita berdamai, supaya semangat mendiang nenek kita jangan gusar atas perbuatan kita itu.” (Siregar, 1920: 103)
b.      Baginda Mulia orang yang pasrah, ia sedikit putus asa saat permintaan damainya ditolak oleh Sutan Baringin. Dijelaskan dalam kutipan:
“Sampai hatikah Kakanda menolak permintaan Adinda itu? Lebih sukakah Kakanda akan orang daripada kaum sedarah Kakanda?” sahut Baginda Mulia yang putus asa itu. (Siregar, 1920: 103) 
-          Dialog antara tokoh Sutan baringin dengan orang lain yaitu Nuria istrinya, yang menggambarkan watak tokoh Baginda Mulia.
c.       Baginda Mulia orang yang baik hati, ia selalu mengirimkan barang untuk saudaranya Sutan Baringin sebagai tanda persaudaraan. Terlihat dari dialog berikut ini, Dijelaskan dalam kutipan:
“...Rupanya si Tongam tiadalah melupakan kita. Setiap tahun kita selalu menerima kirimannya...” (Siregar, 1920: 94)

10.  Marah Sait (Sahabat Sutan Baringin)
Marah Sait orang yang pandai berkata-kata, karena ia seorang pokrol bambu, sudah tentu ia pandai berkata-kata untuk urusan berperkara, namun ia pandai membodohi orang, ia cerdik, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya memang digunakannya untuk mencari keuntungan dari orang yang membutuhkan bantuannya jika hendak berperkara, namun ia tidak memperdulikan orang lain, ia hanya mengambil keuntungan dari orang yang meminta bantuannya, ia mata duitan, picik.
1)      Dengan cara langsung atau analitik
a.       Marah Sait orang yang pandai berkata-kata, karena ia seorang pokrol bambu, sudah tentu ia pandai berkata-kata untuk urusan berperkara. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Kemudian ia pun turunlah, hendak pergi mendapatkan sahabatnya Marah Sait, yang telah kenamaan karena padai berkata-kata, apalagi bersoal-jawab, karena ia seorang pokrol bambu. (Siregar, 1920: 96)
b.      Marah Sait orang yang pandai membodohi orang, karena pandainya berkata-kata, ia dapat dengan mudah membodohi orang. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Tetapi sebab pandainya berkata-kata serta dengan petah lidahnya, dapatlah ia membodohi sahabatnya itu. (Siregar, 1920: 100) 
c.       Marah Sait orang yang cerdik, setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya memang digunakannya untuk mencari keuntungan dari orang yang membutuhkan bantuannya jika hendak berperkara. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Akan tetapi ia berkata demikian itu akan mencari untung yang lebih banyak lagi, membuat rekes tentu mendatangkan upah baginya. (Siregar, 1920: 107)
a.       Marah Sait orang yang tidak memperdulikan orang lain, ia hanya mengambil keuntungan dari orang yang meminta bantuannya dalam urusan berperkara, namun jika kalah, ia pergi meninggalkan orang itu setelah ia mendapat untung. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
...karena Marah Sait telah mengambil jalan yang lain, akan menyisihkan Sutan Baringin. Ya, apakah yang dipedulikannya lagi, habis manis sepah dibuang, bukan? (Siregar, 1920: 107)
2)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan tingkah laku atau tindakan tokoh
a.       Marah Sait orang yang mata duitan, terlihat dari tingkah lakunya ketika Sutan Baringin bercerita kepadanya bahwa ia ingin berperkara, Marah Sait setuju sambil bermaksud untuk mendapatkan keuntungan. Dijelaskan dalam kutipan:
..... Ia mengatakan itu sambil menggesekkan telunjuk denga ibu jarinya yang maksudnya menyediakan uang. (Siregar, 1920: 99)
  Dengan menggambarkan dialog tokoh
-          Dialog tokoh Marah Sait dengan orang lain yaitu Sutan Baringin
a.       Marah Sait orang yang picik, karena ia seorang pokrol bambu, ia bisa saja mengarang segala cerita untuk untuk membantu orang yang sedang berperkara, namun sudah tentu caranya itu picik. Terlihat dari dialognya. Dijelaskan dalam kutipan:
“Itu mudah,” jawab Marah Sait serta tersenyum-senyum. “Bukankah sudah lebih dua puluh tahun ia di rantau? Kalau nanti ia datang, katakana saja ia bukan bersaudara dengan engkau. Ringkasnya kamu berdua tidak waris-mewarisi. Meskipun di muka pengadilan engkau haruslah tetap mengatakan yang demikian itu. Apakah nanti perkataannya kepada hakim, suatu pun tiada keterangannya, bahwa ia ada mewarisi nenekmu itu.” (Siregar, 1920: 98)
b.      Marah Sait orang yang cerdik, terlihat dari dialognya dengan Sutan baringin saat mereka membicarakan cara apa yang akan mereka perbuat untuk memenangkan perkara. Dijelaskan dalam kutipan:
“Semua ikhtiar haruslah kita perbuat, supaya kita jangan menyesal di belakang hari,” kata pokrol yang cerdik itu. (Siregar, 1920: 107)

11.  Kepala Pengadilan Sipirok (Asisten Residen)
Kepala Pengadilan Sipirok orang yang suka menasihati tentang kebaikan, dan ia suka mengingatkan tentang kebaikan.
1)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan tingkah laku atau tindakan tokoh
a.       Kepala Pengadilan Sipirok orang yang suka menasihati tentang kebaikan, seperti ketika Sutan Baringin ingin berperkara dengan Saudaranya Baginda Mulia, beliau menasihati agar mereka berdamai. Dijelaskan dalam kutipan:
...maka Asisten Residen yang menjadi Kepala Pengadilan Sipirok itu, memberi nasihat kepada kedua mereka itu, Sutan Baringin dengan Baginda Mulia, supaya mereka itu suka berdamai. (Siregar, 1920: 105)
  Dengan menggambarkan dialog para tokoh
-          Dialog tokoh Kepala pengadilan dan orang lain yaitu Sutan Baringin
a.       Kepala pengadilan orang yang suka menasihati tentang kebaikan, ia menasihati Sutan Baringin agar mau berdamai dengan Baginda Mulia, karena mereka itu bersaudra. Dijelaskan dalam kutipan:
“Tidakah ada familimu yang menyelesaikan perselisihan ini? Bukankah lebih baik kamu berdamai saja? Berapa besar kerugianmu, kalau perkara diperiksa oleh hakim? Ongkos rapat, uang borong pasti dibayar, mana lagi waktu kamu yang terbuang, perseteruan makin dalam pula antara kamu yang bersaudara.” (Siregar, 1920: 105)
b.      Kepala pengadilan orang yang suka mengingatkan tentang kebaikan, dia tetap mengingatkan Sutan Baringin yang kukuh tak mau berdamai, sebelum pemeriksaan perkara dimulai. Dijelaskan dalam kutipan:
 “Kalau demikian, kamu jangan menyesal, rapat tentu melakukan keadilan, karena itulah kewajibannya. Dan ingat-ingatlah, orang yang berperkara itu amat susah: yang menang menjadi bara, yang kalah menjadi abu. – Sekarang pemeriksaan dimulai, “ kata Kepala Pengadilan. (Siregar, 1920: 105)

12.  Kasibun (Suami Mariamin)
Kasibun orang yang pandai memelihara diri, badannya yang agak tua lebih muda dipandang daripada yang sebenarnya, karena pandainya ia merawat diri. Ia pintar dan cerdik namun ia sombong, tak acuh dan berkelakuan bengis.
1)      Cara langsung atau analitik
a.       Kasibun orang yang pandai memelihara diri, badannya yang agak tua lebih muda dipandang daripada yang sebenarnya, karena pandainya ia merawat diri. Dijelaskan langsung oleh pengarang dalam kutipan:
Sekalipun rupanya yang tidak dapat dikatakan elok, akan tetapi karena pandainya memakai dan memelihara dirinya, kelihatanlah badannya yang agak tua itu lebih muda dipandang daripada yang sebenarnya. (Siregar, 1920: 163) 
2)      Cara tidak langsung atau dramatik
  Dengan menggambarkan fisik tokoh
a.       Kasibun orang yang pintar dan cerdik, ia bekerja sebagai kerani, dengan statusnya itu, ia mencari istriyang masih muda, meskipun ia sudah tua. Dari cahaya matanya tajam dan berkilat-kilat, menyatakan ia pintar dan cerdik, tetapi pintar dalam tipu daya. Dijelaskan dalam kutipan:
Orang yang jadi suami Mariamin itu pekerjaannya kerani. Tentang bentuk dan rupanya begini: dia tak dapat dikatakan muda lagi, raut mukanya panjang, kurus sedikit, hidungnya pendek dan bibirnya tebal. Cahaya matanya tajam dan berkilat-kilat, menyatakan ia pintar dan cerdik, tetapi pintar dalam tipu daya. (Siregar, 1920: 163)
  Dengan menggambarkan jalan fikiran tokoh
a.       Kasibun orang yang sombong, ketika ia ingin menikahi Mariamin anak orang yang miskin, ia berfikiran tentu dapat memperolehnya, karena ia menyombongkan kekayaannya. Dijelaskan dalam kutipan:
Dalam pada waktu itu dilihatnya ada seorang gadis anak orang miskin. “Itu tentu dapat diperolehnya, karena aku kaya, makan gaji, kerani di Medan, sedang anak itu orang kebanyakan,” begitulah pikir orang itu. (Siregar, 1920: 162)
  Dengan menggambarkan tingkah laku atau tindakan tokoh
a.       Kasibun orang yang tak acuh, meskipun ia sudah mempunyai istri di Medan, ia menalaknya demi untuk menikahi Mariamin. Dijelaskan dalam kutipan:
Istrinya yang di Medan itu tiada susah menguruskannya, jatuhkan saja talak tiga, habis perkara, gantinya telah ada, lebih muda lagi. Kelakuan yang serupa itu sudah banyak sekali dilakukan orang muda itu. (Siregar, 1920: 162)
b.      Kasibun orang yang bengis, ia menampar Mariamin jika mereka sedang bertengkar. Ia suka memukul dan menyiksa istrinya itu. Dijelaskan dalam kutipan:
..., sehingga akhir-akhirnya Kasibun yang begis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya... (Siregar, 1920: 178)
Semalam-malaman itu Mariamin diusirnya dari tempat tidur, keluar dari kamar tiada boleh, pintu sudah dikuncinya. Di atas lantai batu kamar itu tak ada tikar, sepotong pun tiada. Hendak tidur diatasnya, itu pun tidak mungkin, karena lantai itu diurusnya dengan air. Kalau ia menangis sehingga suaranya kedengaran, Kasibun pun menyepak atau menempelengnya serta dengan perkataan, “tutup mulutmu, saya mau tidur!” Kalau matanya malas dan ia malas bangkit dari tempat tidur, tongkatnya sajalah dipukulkannya kepada Mariamin, apanya yang kena tak diperdulikannya. (Siregar, 1920: 178)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar