Rabu, 25 Februari 2015

Peristiwa-Peristiwa Politik dan Ekonomi Indonesia Pasca Pengakuan Kedaulatan

A.    TERBENTUKNYA RIS

Sebagi realisasi dari perjanjian Roem-Royen, UNCI memprakarsakan diselenggarakannya KMB (Konferensi Meja Bundar) di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus – 2 November 1949. KMB diikuti delegasi dari RI, BFO, dan Belanda.
            Pada tanggal 4 Agustus 1949, pemerintah RI membentuk delegasi untuk mengikuti KMB yang terdiri dari Drs. Moh. Hatta (Ketua) dan para anggotanya. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid ll dari Kesultanan Pontianak. Delegasi Belanda dipimpin oleh J. H. Van Maarseveen. Sedangakan yang bertindak sebagai penengah adalah wakil dari UNCI yang terdiri dari Critley, R. Heremas, dan Merle Conhran.
            Hasil dari KBM adalah sebagai berikut :
1.      Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia tanpa syarat & tidak dapat ditarik kembali.
2.      Indonesia akan membentuk negara serikat (RIS) & merupakan uni dengan Belanda.
3.      RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan konsesi/jaminan dan izin baru bagi perusahaan-perusahaan Belanda.
4.      RIS harus menanggung semua hutang Belanda yang dibuat sejak tahun 1942.
5.      Status karesidenan Irian Barat akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Sementara KMB sedang berlangsung, RI dan BFO menandatangani perjanjian tentang Konstitusi RIS pada tanggal 29 Oktober 1949. Berdasarkan Konstitusi RIS negara berbentuk federasi, antara lain :
1.      Negara RI yang meliputi seluruh wilayah menurut perjanjian Renville.
2.      Negara-negara bentukan Belanda menurut hasil Konferensi Malino, yaitu :
a)      Negara Indonesia Timur dengan Cokorde Gde Sukowati sebagai Presiden dan Najamudin Daeng Maewa sebagai PM.
b)      Negara Sumatera Timur dengan Dr. Mansyur sebagai wakilnya.
c)      Negara Sumatera Selatan dengan Abdul Malik sebagai walinya.
d)     Negara Madura dengan Cokroningrat sebagai walinya.
e)      Negara Jawa Timur dengan Wiranata Kusumah sebagai walinya.
3.      Satu-satuan negara yang tegak sendiri.
4.      Daerah-daerah selebihnya bukan daerah bagian.
Sebagai tindak lanjut hasil KMB, terdapat beberapa peristiwa penting, seperti :
1.      Tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal Ir. Soekarno.
2.      Tanggal 16 Desember 1949 Ir. Soekarno dipilih Presiden RIS.
3.      Tanggal 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS.
4.      Tanggal 20 Desember 1949 Presiden Soekarno melantik Kabinet RIS yang pertama dengan Moh. Hatta sebagai PM.
Pada tanggal 23 Desember 1949, delegasi RIS yang dipimpin Moh. Hatta berangkat ke Belanda untuk menandatangani naskah pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara pengakuan kedaulatan dilakukan secara bersamaan, baik di Indonesia maupun di Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
A.    Di ruang istana Kerajaan Belanda; Ratu Juliana, PM Dr. William Drees, Menteri Seberang Lautan Mr.A.M.J.A. Sassen, dan Ketua Delegasi RIS Drs. Moch. Hatta secara bersama-sama membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan kedaulatan tersebut;
B.     Di Jakarta; Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda, A.H.J. Lovink dalam suatu upacara secara bersama-sama membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan kedaulatan tersebut;
C.     Pada waktu yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan Ri kepada RIS.
Ternyata, pembentukan RIS tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi bangsa Indonesia. Masalah itu tidak hanya berasal dari sikap pemerintahan Belanda yang tidak konsisten dalam melaksanakan hasil KMB, melainkan juga berasal dari dalam negeri, seperti konflik Irian Barat.

B.     KEMBALI KE NEGARA KESATUAN

Pada dasarnya, kesediaan delegasi Indonesia untuk menandatangani hasil-hasil KMB merupakan strategi untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Apabila Indonesia tidak mau menerima Negara RIS, dikhawatirkan Belanda akan memperlambat atau bahkan tidak akan mengakui kedaulatan Indonesia.
            Berdasarkan konstitusi RIS, Negara RIS terdiri dari tujuh negara bagian, sembilan satuan kenegaraan, dan tiga daerah swapraja sebagai berikut :
a)      Negara-negara bagian terdiri dari Republik Indonesia (RI), Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara Sumatera Selatan.
b)      Satuan kenegaraan terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau Kepulauan, dan Jawa Tengah.
c)      Daerah Swapraja yang terdiri dari Waringin, Sabang, dan Padang.

1. Faktor-faktor Pendorong.
            Sesuai dengan hasil KMB, RIS harus membayar hutang Belanda sejak tahun 1942 sampai pengakuan kedaulatan. Bahkan, 13 daerah di wilayah NIT, kecuali Maluku Selatan siap untuk melepaskan diri dari NIT & menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. Penghianatan mereka dikenal sebagai tindakan separitis, yaitu:
a)      Sultan Hamid bersekongkol dengan Raymond Westerling un-tuk membunuh rakyat Sulawesi Selatan, tentara Bandung, & mengancam akan membunuh para petinggi RIS di Jakarta.
b)      Kapten Andi Aziz membuat makar di Makassar, Sulawesi Selatan. Pada tanggal 5 April 1950, Andi Aziz menyatakan NIT tetap di pertahankan.
c)      DR. Soumokil memimpin pasukan separitis di Maluku Selatan (RMS). Pada tanggal 25 April 1950, Soumokil memimpin pemberontakan terhadap RIS melalui berbagai intimidasi, teror, dan pembunuhan di beberapa tempat.
Beberapa daerah melancarkan mosi untuk melepaskan diri dari RIS dan begabung dengan Republik Indonesia, diantaranya :
a)      Pada tanggal 4 Januari 1950, DPRD Malang mengajukan mosi untuk lepas dari Negara Jawa Timur dan masuk Republik Indonesia.
b)      Pada tanggal 30 Januari 1950, Sukabumi minta lepas dari Pasundan dan masuk menjadi bagian Republik Indonesia.
c)      Pada tanggal 22 April 1950, Jakarta Raya menggabungkan diri pada Republik Indonesia.
d)     Di Sumatera terjadi pergolakan politik dimana rakyat menuntut pembubaran Negara Sumatera Timur.
e)      Di Sulawesi timbul gerakan-gerakan rakyat yang menuntut pembubaran Negara Indonesia Timur dan sebelum RIS dengan resmi membubarkan Negara Indonesia Timur terlebih dahulu mereka menggabungkan diri dengan Republik Indonesia.

2. Langkah Menuju ke Negara Kesatuan.
Bertitik tolak keadaan di atas, tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS di Jakarta mengeluarkan UU Darurat No. 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan perundigan antara pemerintah RIS yang diwakili oleh Moh. Hatta setelah  mendapat mandat dari NIT dan NST dengan pemerintah RI diwakili oleh Abdul Halim,   Wakil Perdana Menteri RI.
Perundingan itu menghasilkan:
a)      RIS & RI sepakat membentuk negara berdasarkan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
b)      RIS dan RI membentuk panitia bersama yang bertugas menyusun UUD Negara kesatuan.
c)      Untuk menyusun konstitusi Negara Kesatuan, dibentuklah panitia gabungan RIS-RI yang diketuai secara bersama-sama oleh Prof. Dr. Supomo (Menteri Kehakiman RIS) & Abdul Halim (Wakil PM RI). Pada tanggal 21 Juli 1950, Pemeritah RIS dan RI berhasil menyapakati Rancangan UUD Negara Kesatuan. Pada tanggal 14 Agustus 1950, Parlemen RI dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Negara Kesatuan menjadi Undang Undang Dasar Sementara tahun 1950 (UUDS 1950).

C.     PEMILU 1955

Pemilu pertama kali dilakukan pada tahun 1955. Pemilu ini dilakukan 2 tahap, yaitu tanggal 29 September 1955 dan 15 Desember 1955.

a)      Pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
b)      Pada tanggal 15 September 1955 untuk memilih anggota-anggota konstituante (Badan Pembuat UUD).

1. Perkembangan Kepartaian.
Perkembangan kepartaian di Indonesia telah dimulai pada masa pergerakan nasional. Apabila dilihat dari sisi perjuanganya, partai politik
dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :
a)      Bersifat Radikal, yaitu partai ini tidak bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Hindia Belanda dan menolak duduk dalam dewan rakyat (volksraad).
b)      Bersifat Moderat, yaitu partai ini bersedia bekerja sama dengan Pemerintah Hindia Belanda dan mereka bersedia duduk dalam dewan rakyat (volksraad).
Dan jika dilihat dari segi ideologi, partai itu dibedakan menjadi beberapa kelompok, seperti :
a)      Agama
b)      Nasionalis
c)      Sosial Marxis

2. Pelaksanaan Pemilu.
Pada waktu itu, sebagian partai politik belum berfungsi sebagai penyalur aspirasi rakyat karena masih mementingkan para pemimpinnya. Kenyataan itu mengakibatkan kehidupan politik tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Kepincangan terjadi dimana-mana sehingga rakyat menjadi frustasi dan menuntut dilaksanakannya pemilihan umum.
Pemilu dilaksanakan 2 tahap, yaitu :
a)      Tahap pertama pada tanggal 29 September 1955 dengan tujuan untuk memilih pada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Majelis Rendah.
b)      Tahap kedua 15 Desember 1955 dengan tujuan untuk memilih para anggota Konstituante atau Majelis Tinggi.
Dalam pelaksanaannya, Indonesia dibagi dalam 16 daerah. Pemilih yang datang untuk memberikan suara berjumlah 37.875.299 orang. DPR hasil pemilihan umum beranggotakan 272 orang , yaitu dengan perhitungan 1 DPR mewakili 140.000 penduduk.

D.    PEMBARUAN EKONOMI NASIONAL

Faktor yang mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia yang buruk :
a)      Pelaksanaan sistem ekonomi kolonial
b)      Eksploitasi sumber daya alam masa pendudukan Jepang
c)      Peperangan yang terjadi di wilayah Indonesia
d)     Blokade laut oleh Belanda

Kebijakan Belanda yang memperburuk keadaan perekonomian Indonesia yaitu dengan mengeluarkan uang NICA. Sementara, pemerintah Indonesia mengeluarkan uang kertas baru  yaitu Oeang Repoeblik Indonesia (ORI).
Pemerintah menyelenggarakan konferensi ekonomi yang menghasilkan beberapa kebijakan seperti:
a)      Pembentukan Badan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (BPPBM) yang menjadi cikal bakal Bulog
b)      Pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara(PPN)
c)      Pembentukan Planing Board (Badan Perancang Ekonomi) atas inisiatif menteri kemakmuran, Dr. A. K. Gani
Lima Perusahaan Swasta Belanda yang Memegang Monopoli Kegiatan Ekonomi di Indonesia, yaitu:
a)      Jacobs dan Van den Berg
b)      Internatio
c)      Borneo-Sumatera Maatschappiy (Barsumij)
d)     Lindeteves
e)      Geo Wehry
Kelima perusahaan tersebut disebut sebagai “The Big Five”.
Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Menkeu Kabinet Natsir) menyatakan bahwa pembaruan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional harus dilakukan dengan menghidupkan kegiatan perdagangan dan menumbuhkan kelas pengusaha. Sumitro menggagas gerakan benteng, yatu melindungi pengusaha pribumi dalam persaingan dengan pengusaha non pribumi dengan memberikan kredit.

Pemerintah melaksanakan Industrialisasi yang dituangkan dalam rencana Sumitro dengan sasaran :
a)      Mengembangkan industri dasar dengan mendirikan pabrik semen, pemintalan, karung dan percetakan.
b)      Meningkatkan produksi pangan, perbaikan prasarana, dan penanaman modal asing.

E.     DEKRIT PRESIDEN 5 JULI 1959

1.Sidang – Sidang Konstituante.
Tujuan pemilu tahun 1955 adalah membentuk DPR & Konstituate. Tugas Konstituante adalah menyusun atau merumuskan Rancangan Undang–Undang Dasar (Rancangan UUD) sebagai pengganti UUDS 1950. Para anggota Konstituante bersidang pada tgl 10 November 1956. Sidang yang dilaksanakan di Bandung dipimpin oleh Wilopo SH, dan dibuka secara resmi oleh Pidato Presiden Soekarno. Sampai tahun 1958, Konstituante belum berhasil merumuskan Rancangan UUD.
Para anggota Konstituante terpecah menjadi 2 kelompok utama, yaitu kelompok Islam & kelompok non Islam (nasionalis & sosialis). Antara kedua kelompok tersebut tak pernah muncul kata sepakat.
Kegagalan Konstituante untuk merumuskan Rancangan UUD karena terjadinya perbedaan pendapat antar anggota mengenai isi Rancangan UUD. Masing – masing anggota cenderung mengutamakan kepntingan partainya dan kurang memperhatikan kepentingan rakyat, bangsa, dan Negara.
Dalam menanggapi tuntutan agar UUD 1945 diberlakukan kembali, Presiden Soekarno mengeluarkan gagasan untuk kembali ke UUD 1945 dan pelaksanaan demokrasi terpimpin.
Dukungan dari pimpinan ABRI Mayor Jenderal A.H Nasution agar kembali diberlakukannya UUD 1945, beliau menggerakan Dewan Menteri untuk mendesak Konstituante agar segera menetapkan UUD 1945 secara konstitusional.
Keputusan yang dihasilkan Dewan Menteri pada sidang 19 Februari 1959, mengandung tiga hal pokok :
a)      Tentang UUD 1945
b)      Prosedur kembalinya ke UUD 1945
c)      Tentang masuknya golongan fungsional ke dalam DPR
Pada tanggal 25 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pemungutan suara pun dilaksanakan sampai 3 kali namun gagal. Upaya untuk menetapkan berlakunya kembali UUD 1945 secara konstitusional mengalami kegagalan.
2. Keluarnya Dekrit Presiden.
Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan secara resmi di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sebagai berikut.
a)      Pemububaran konstituante
b)      Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950
c)      Pembentukan MPRS dan DPAS daam waktu yang sesingkat-singkatnya 

Tanggapan terhadap Dekrit Presiden adalah sebagai berikut :
a)      Sebagian besar masyarakat mendukung
b)      Kasad memerintahkan kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan pelaksanaan dekrit tersebut.
c)      Mahkamah Agung membenarkan Dekrit tersebut.
d)     DPR secara aklamasi menyatakan kesediannya untuk terus bekerja sesuai dengan ketentuan UUD 1945 (sidang 22 Juli 1959).

3 komentar:

  1. Jazakallah. Semoga bisa menambahkan http://vracarsa.blogspot.co.id/2016/10/kondisi-ekonomi-indonesia-pasca.html

    BalasHapus